KURIKULUM
2013 DAN PERUBAHANNYA
A.
Merubah Cara Mengajar Guru
Kurikulum merupakan
seperangkat dan sebuah pengaturan berkaitan dengan tujuan, isi, bahan ajar dan
cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Guru sebagai ujung tombak pendidikan
harus melaksanakan kurikulum pada setiap jenjang pendidikan. Termasuk Kurikulum
2013 yang mengalami beberapa perubahan, baik dari tujuan, isi, dan proses.
Untuk mewujudkan keberhasilan pemberlakuan kurikulum baru, guru hendaknya
proaktif dalam mencari dan menemukan metode dan pendekatan yang mampu menjamin
benar-benar bahwa kurikulum siap
diaplikasikan.
Pada Kurikulum 2013, terdapat beberapa
perubahan antara lain
1. Tujuan: Menghasilkan manusia yang mampu
berkompetisi pada abad ke-21, di era digital teknologi dan literasi
digital. 2. Isi : Konten pembelajaran (berbagai bentuk multi
media).
3. Bahan Ajar : Bentuk
dan format materi (format digital/elektronik).
4. Cara Pembelajaran : Memanfaatkan
teknologi komputer, internet, aplikasi dsb. Belajar dengan teknonogi: E-Learning,
E-Education, Distance Learning, not just accumulation but also meaning).
Pada Kurikulum 2013, guru harus merubah
cara mengajar
dalam proses pembelajaran, yakni dari meyampaikan pengetahuan (tranfer
of knowledge) menuju proses pembelajaran yang berbasis pertukaran
pengetahuan (change of knowledge). Hal ini tentu bukan hal yang mudah,
apalagi guru terbiasa menyampaikan materi terbiasa dengan tradisi dengan metode
ceramah yang tentu saja sangat verbalistik. Di samping itu guru mengajar harus
menggunakan perangkat berbasis multi media dengan memanfaatkan teknologi
komputer dan internet dengan segala fasilitanya dalam menunjang proses
pembelajaran.
Dari persepektif peserta didik dengan
guru, Kurikulum 2013 menghendaki pembelajaran
terpusat pada peserta didik (student centre) yang menuntut keaktifan
peserta didik dalam pembelajaran. Sedangkan pada perpektif sebelumnya, guru yang
menjadi aktor utama dalam pembelajaran
dalam, sehingga peserta didik pasif dan menjenuhkan. Di dalam Kurikulum 2013,
guru hanya sebagai fasilitator dan motivator bagi peserta didik dalam
pembelajaran. Selain itu, perinsip dasar pada Kurikulum 2013 ini berupaya untuk
mengoptimalkan keingintahuan peserta didik. Semula peserta didik “diberi tahu”
oleh guru, maka sekarang peserta didik dituntut untuk “mencari ilmu” segala hal
yang berkaitan dengan materi pembelajaran.
B. Menekankan pada Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK)
Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter Pasal 1 disebutkan
bahwa” penguatan Pendidikan Karakter yang selanjutnya disebut PPK adalah
gerakan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter
peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah piker, dan olah
raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga dan
masyarakat sebagai bagian dari Gerkan Nasional Revolusi Mental (GNRM)”.
Ada lima karakter yang diperkuat yaitu: religius, nasionalis, mandiri, gotong
royong dan integritas.
Proses pembelajaran yang menumbuhkan
budi pekerti perlu dirancang dengan cermat, dilaksanakan dengan sungguh-sungguh
dan dievaluasi terus-meneus secara menyeluruh. Silabus dan RPP harus dengan
sengaja dirancang untuk pembelajaran yang tidak hanya menjadikan peserta didik
memperoleh pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga pembelajaran yang
menantang dan menyenangkan yang dirancang dalam RPP dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.
Akhirnya perkembangan budi pekerti peserta didik diikuti dan fasilitas
terus-menerus hingga secara konsisiten menampilkan budi pekerti yang dilandasi
oleh nilai-nilai moral yang baik.
Berikut beberapa contoh
nilai-nilai karakter (budi pekerti) yang diperoleh peserta didik selama dalam
proses pembelajaran:
1. Guru datang tepat waktu (contoh nilai yang
ditumbuhkan disiplin).
2. Guru mengucapkan
salam dengan ramah kepada peserta didik ketika memasuki ruang kelas (contoh
nilai yang ditumbuhkan santun dan peduli).
3. Berdoa sebelum
membuka pelajaran (contoh nilai yang ditumbuhkan religius).
4. Mengecek kehadiran
peserta didik (contoh nilai yang ditumbuhkan disiplin).
5. Mendoakan peserta
didik yang tidak hadir karena sakit atau kerena halangan lainnya (nilai yang
ditumbuhkan religius dan peduli).
6. Memastikan bahwa
setiap peserta didik datang tepat waktu (contoh nilai yang ditumbuhkan
disiplin).
7. Menegur peserta didik
yang terlambat dengan sopan (contoh nilai yang ditumbuhkan disipilin, santun, dan
peduli).
8. Dengan merujuk pada
silabus, RPP,dan bahan ajar, menyampaikan butir-butir karakter (budi pekerti)
yang hendak dikembangkan selain yang terkait dengan SK/KI/KD.
Selanjutnya PPK dapat dilaksanakan dalam proses pembelajaran
dengan tahapan:
1.
Merencanakan Pembelajaran untuk Penguatan Budi Pekerti
Sertiap pembelajaran
menghendaki perencanaan yang baik yang diyuangkan dalam bentuk silabus dan RPP
(termasuk baha ajar dan media pembelajaran). Pada kurikulum 2013 silabus
disiapkan oleh pemerintah dan RPP disusun oleh guru.
a. Silabus
Silabus merupakan perencanaan
pembelajaran yang memuat KI-1, KI-2, KI-3, KI-4, dan KD, materi pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Apabila
ditemukan bahwa silabus belum memuat perencanaan penumbuhan budi pekerti secara
memadai, guru dapat menyempurnakan dengan berbagai macam cara, antara lain:
1) menambah,
merevisi,dan/atau mengubah materi pembelajaran;
2) menambah, merevisi,
dan/atau mengubah kegiatan pembelajaran.
b. RPP
RPP pada Kurikulum 2013 disusun
berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016.
Menurut peraturan tersebut, RPP terdiri atas komponen (1) identitas
sekolah/madrasah, mata pelajaran, dan kelas/semester; (2) alokasi waktu; (3)
KI, KD, indikator pencapaian kompetensi; (4) materi pelajaran; (5) kegiatan
pembelajaran: (6) penilaian; dan (7) media/alat, bahan, dan sumber belajar.
Untuk menumbuhkan
budi pekerti, RPP perlu memuat antara lain:
1) KD sikap, baik spiritual maupun sosial (untuk
mata pelajaran PAI dan Budi Perti dan
PPKn);
2) Indikator pencapaian kompetensi sikap spiritual
dan social (untuk mata pelajaran PAI dan Budi Pekerti dan PPKn);
3) Kegiatan pembelajaran yang efektif
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik sekaligus menumbuhkan
karakter;
4) Teknik penilaian
untuk memantau pertumbuhan karakter peserta didik.
2. Bahan Ajar
Bahan ajar merupakan komponen
pembelajaran yang paling berpengaruh terhadap apa yang sesungguhnya terjadi
pada proses pembelajaran. Banyak guru yang mengajar dengan mengikuti urutan
penyajian dan kegiatan-kegiatan pembelajaran (task) yang telah dirancang
oleh penulis buku ajar apa adanya, tanpa melalakukan adaptasi. Oleh karena itu
pemerintah
telah menyiapkan bahan ajar untuk pelaksanaan Kurikulum 2013. Guru wajib
menggunakan buku-buku tersebut dalam proses pembelajaran.
Implementasi konsep penguatan PPK dalam proses
pembelajaran juga penguatan PPK dapat dilakukan pada level sekolah, dengan
cara:
1. Pendidikan Karakter Berbasis
Kelas
Pendidikan karakter berbasis kelas
dapat dilakukan dengan cara menciptakan kondisi yang baik agar proses
pembelajaran berjalan secara efektif dan efesien, sehingga penguatan PPK
terintegrasi dalam:
a) Pedagogis
b) Kurikulum
c) Metode pembelajaran
d) Menajemen kelas
e) Pengembangan muatan
lokal
PPK berbasis kelas lebih pada aksi guru
di kelas dalam membentuk karakter, bukan pada penulisan dalam kolom Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Oleh karena itu harus mengintegrasikan PPK
dalam RPP sehingga tidak ada parsialitas (pemisahan) dalam penyebutan RPP,
seperti RPP PPK, RPP literasi, RPP Hots, dll yang ada adalah RPP Kurikulum
2013. Dengan demikian Kurikulum2013 adalah bagian dari desian besar gerakan
PPK. PPK memperkuat kurikulum 2013. Namun Kurikulum 2013 tidak sama dengan PPK,
karena PPK lebih luas cakupannya.
2. Pendidikan Karakter
Berbasis Budaya sekolah
Budaya sekolah yang baik adalah
adalah budaya yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan spirit dan nilai-nilai
yang dianut sekolah. Sehingga budaya tersebut mewarnai kualitas kehidupan di
sekolah, termasuk kualitas lingkungan, kualitas interkasi, dan suasana
akademik. Pendidikan karakter berbasis budaya sekolah dapat dilakukan cara:
a) Keteladanan
b) Pembiasaan
c) Pendampingan
d) Tradisi sekolah
e) Ekstrakurikuler
f) Evaluasi norma dan
peraturan sekolah
3. Pendidikan Karakter
Berbasis Masyarakat
Pendidikan karakter berbasis
masyarakat dapat dilakukan dengan cara melibatkan dan memberdayakan potensi
lingkungan (pegiat seni budaya, tokoh masyarakat). Menyinergikan program PPK
dengan berbagai program yang ada di lingkup masyarakat (akademis, pegiat
pendidikan, LSM). Menyinkronkan program dan
kegiatan melalui kerja sama (Pemda, masyarakat, dan orang tua).
Gerakan PPK perlu mengitegrasikan,
memperdalam, memperluas, dan sekaligus menyelaraskan bebagai program dan
kegiatan pendidikan karakter yang sudah dilaksanakan sampai sekarang.
Pengintegrasian tersebut antara lain:
a) Pemaduan kegiatan
kelas, luar kelas di sekolah, dan luar sekolah (masyarakat/komunitas);
b) Pemaduan kegiatan
intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuer;
c) Pelibatan secara
serempak warga sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Perdalaman dan Perluasan dapat
berupa:
a) Penambahan dan
pengitegrasian kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada pengembangan karakter
peserta didik.
b) Penambahan dan
penajaman kegiatan belajar peserta didik, dan pengaturan ulang waktu belajar
peserta didik atau luar sekolah.
Penyelerasan
dapat berupa penyesuaian tugas pokkok guru. Manajemen Berbasis Sekolah, dan
fungsi Komite Sekolah dengan kebutuhan gerakan PPK.
C. Menggalakkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS)
Gerakan Literasi Sekolah adalah kemampuan mengakses, memahami, dan
menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas antara lain
membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara. Gerakan Literasi
Sekolah (GLS) merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk
menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat
sepanjang hayat melalui pelibatan publik. Literasi lebih dari sekadar membaca
dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber
pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Literasi dapat
dijabarkan menjadi Literasi Dasar (Basic Literacy), Literasi
Perpustakaan (Library Literacy), Literasi Media (Media Literacy),
Literasi Teknologi (Technology Literacy), Literasi Visual (Visual
Literacy). Literasi tidak terpisahkan dari dunia pendidikan.
Literasi menjadi sarana siswa dalam mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu
yang didapatkannya di bangku sekolah. Literasi juga terkait dengan kehidupan
siswa, baik di rumah maupun di lingkungan sekitarnya untuk menumbuhkan budi
pekerti mulia. Literasi pada awalnya dimaknai 'keberaksaraan' dan selanjutnya
dimaknai 'melek' atau 'keterpahaman'. Pada langkah awal, “melek baca dan tulis"
ditekankan karena kedua keterampilan berbahasa ini merupakan dasar bagi
pengembangan melek dalam berbagai hal.
Selain itu, ada juga tiga literasi lainnya yang perlu
dikuasai oleh peserta didik, yakni literasi kesehatan, keselamatan, dan
kriminal (bagi siswa SD disebut ―sekolah aman).
Literasi
gesture pun perlu
dipelajari untuk mendukung keterpahaman makna teks dan konteks dalam masyarakat
multikultural dan konteks khusus para
difabel.
Semua ini merambah pada pemahaman multiliterasi. Dalam lingkup karakter,
penguatan pendidikan karakter (PPK) di Indonesia mengacu pada lima nilai utama,
yakni (1) religius, (2) nasionalis, (3) mandiri,(4) gotong royong, (5)
integritas.
Hal ini sesuai dengan apa yang tersaji dalam peta jalan gerakan
literasi nasional (GLN). Makna dan cakupan literasi meliputi: (a) literasi
sebagai rangkaian kecakapan membaca, menulis, berbicara, kecakapan berhitung,
dan kecakapan dalam mengakses dan menggunakan informasi; (b) literasi sebagai
praktik sosial yang penerapannya dipengaruhi oleh konteks; (c) literasi sebagai
proses pembelajaran dengan kegiatan membaca dan menulis sebagai medium untuk
merenungkan, menyelidik, menanyakan , dan mengkritisi ilmu dan gagasan yang
dipelajari, (d) literasi sebagai teks yang bervariasi menurut subjek, genre,
dan tingkat kompleksitas bahasa.
Namun saat ini kegiatan di
sekolah ditengarai belum optimal mengembangkan kemampuan literasi warga sekolah
khususnya guru dan siswa. Hal ini disebabkan antara lain oleh minimnya
pemahaman warga sekolah terhadap pentingnya kemampuan literasi dalam kehidupan
mereka serta minimnya penggunaan buku-buku di sekolah selain buku-teks
pelajaran. Kegiatan membaca di sekolah masih terbatas pada pembacaan buku teks
pelajaran dan belum melibatkan jenis bacaan lain.
Oleh karena itu komunitas
sekolah akan terus berproses untuk menjadi individu ataupun sekolah yang
literat. Untuk itu, implementasi GLS pun merupakan sebuah proses agar siswa
menjadi literat, warga sekolah menjadi literat, yang akhirnya literat menjadi
kultur atau budaya yang dimiliki individu atau sekolah tersebut.
1. Bentuk-Bentuk Kegiatan Literasi di Sekolah
a. Tahap Pembiasaan antara lain:
1) Membaca lima belas menit setiap hari pada
jam k-0 atau waktu lain berdasarkan kesepakatan sekolah.
Kegiatan
ini merupakan upaya membiasakan membaca pada peserta didik. Kegiatan ini
dilakukan dengan cara:
(a) Guru
membantu peserta didik untuk membaca selama lima belas menit.
(b) Guru
dan peserta didik membaca selama lima belas menit.
(c) Guru
memotivasi peserta didik untuk gemar membaca.
2) Mengelola Sudut Baca
Sudut baca ini merupakan upaya mendekatkan peserta didik pada
buku. Berikut ini salah satu alternative yang dapat dilakukan untuk mengelola
sudut baca. Kegiatan ini dilakukan dengan cara:
(a) Wali kelas memandu peserta didik untuk membuat
sudut baca.
(b) Setiap
peserta didik menyumbang satu buku untuk sudut baca.
(c) Ada
peserta didik yang bertugas mengelola adaministrasi peminjaman buku.
(d) Peserta
didik wajib meminjam buku untuk dibaca.
3) Satu Peserta Didik
Satu Buku Sastra (1 tahun sekali)
Program
ini bertujuan untuk menambah jumlah koleksi buku sastra di perpustakaan sekolah. Kegiatan ini dilakukan
dengan cara:
(a) Perserta
didik diminta membawa satu buku sastra.
(b)Peserta
didik membaca buku yang dimiliki.
(c) Peserta didik dapat meminjam buku sastra yang
lain di sekolah.
(d) Sekolah
memiliki koleksi buku sastra lebih banyak.
4) Wajib Kunjung
Perpustakaan Sekolah
Kegiatan
ini bertujuan memanfaatkan perpustakaan untuk menumbuhkan kegemaran membaca.
Kegitan ini dilakukan dengan cara:
(a) Pengelola
perpustakaan memberikan jadwal kunjung ke perpustakaan setiap guru mata
pelajaran.
(b) Sesuai
dengan jadwal, sertiap guru mata pelajaran membawa peserta didik satu kelas
untuk berkunjung ke perpustakaan.
5) Membacakan
Cerita
Program
ini bertujuan memotivasi peserta didik membaca lebih banyak lagi. Kegiatan ini
dilakukan dengan cara:
(a) Guru
memilih buku/cerita yang bermanfaat dan menarik untuk dibacakan di depan
peserta didik.
(b) Guru
membacakan cerita dengan ekspresi dan penghayatan yang tepat.
(c) Tanya
jawab dengan peserta didik secara bergiliran diminta membaca cerita menarik
lain di hadapan teman sekelas.
(d) Diadakan
lomba membaca cerita bagi peserta didi setiap tahun.
b.
Tahap Pengembangan antara lain:
1) Mengelola
Sudut Pendang
Mengelola
sudut baca dapat dilakukan lagi di tahap pengembangan dengan menambahkan
beberapa langkah. Berikut ini salah satu alternative yang dapat dilakukan untuk
mengelola sudut baca dalam tahap pengembangan.
(a) Wali
kelas memandu peserta didik untuk membuat sudut baca.
(b) Setiap
peserta didik menyumbang satu buku untuk sudut baca.
(c) Ada
peserta yang mengelola administrasi peminjaman buku.
(d) Peserat
didik wajib meminjam buku untuk dibaca.
(e) Peserta
didik membuat resume hasil bacaan.
(f) Peserta
didik mengumpulkan hasil resume di loker khusus.
(g) Wali
kelas memeriksa resume di loker sebulan sekali.
(h) Peserta
didik membuat perayaa hasil membaca,
misalnya menceritakan hasil bacaan di kelas.
2)
Satu Jam Wajib Baca (seminggu sekali)
Kegiatan
ini membiasakan peserta didik gemar:
(a) Membaca
buku yang disukai.
(b) Membuat
resume.
(c) Menceritakn
isi buku.
3) Penghargaan
Membaca
Penghargaan
ini bertujuan meningkatkan motivasi membaca peserta didik. Kegiatan penghargaan
membaca yang dapat dilakukan antara lain:
(a) Memilih
pembaca buku terbanyak dalam tuga bulan.
(b) Memberikan
penghargaan dan hadiah buku pada waktu upaca sekolah.
c.
Tahap Pembelajaran, antara lain:
1) Membaca
Buku Cerita (satu jam, seminggu)
Kegiatan
ini membiasakan peserta didik untuk membaca sastra. Kegiatan membaca buku
cerita dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
(a) Membaca
buku cerita,
(b) Membuat
ringkasan isi cerita,
(c) Membuat
bahan presentasi,
(d) Menceritakan
kembali pada teman atau kelompok.
2) Mading
Kelas (terbit seminggu sekali)
Kegiatan
ini membiasakan peserta didik untuk menulis, mempublikasi, dan membaca karya
sastra berkala. Berikut ini beberapa kegiatan dalam majalah dinding (madding):
(1) Membuat
madding kelas,
(2) Menulis
berita,
(3) Mempublikasikan
berita di madding.
3).
Klub Literasi
Peserta
didik yang tergabung dalam klub melakukan berbagai aktivitas literasi, di
antaranya sebagai berikut:
(a) Bedah
buku,
(b) Pelatihan
menulis,
(c) Pameran
buku,
(d) Kontes
membaca,
(e) Seminar
literasi,
(f) Lokalatih
literasi
2. Bentuk
Kegiatan Literasi di Rumah
Proses pelaksanaan
membaca di rumah atau literasi keluarga dapat dilakukan dengan beberapa
tahapan, antara lain:
a. Tahapan
Pembiasaan
Hal ini dapat dilakukan dengan jalan:
1) Menjadikan orang tua sebagai teladan. Kebiasaan orang tua membaca di rumah, baik
membaca Koran, majalah, buku, bahkan panduan manual alat elektronik di hadapan
anak, mampu memberikan pengaruh positif terhadap anak.
2) Mengondisikan lingkungan fisik yang ramah
literasi. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan sudut baca atau rak buku
yang mudah diakses oleh anak, memajang beberapa dekorasi yang bersifat
memotivasi anak untuk membaca, dan/atau dapat juga dengan memajang hasil karya
yang dikrjakan di sekolah atau di rumah.
3) Mengupayakan membaca minimal 15 menit setiap
hari. Hal ini dapat dilakukan dengan bacaan apapun yang bersifat “santai”.
Bacaan tersebut dapat berasal dari media cetak berupa majalah, komik bergambar,
selebaran iklan, Koran, brisur, dan lain-lain.
D. Integrasi Hots dan 4C dalam RPP
HOTS (Higher
Order Thinking Skills) adalah kemampuan berpikir
kritis logis, reflektif, metakognitf, dan kreatif yang merupakan kemampuan
berpikir tingkat tinggi. Kurikulum 2013 juga menuntut materi pembelajaran
sampai metakognitif yang mensyaratkan peserta didik mampu untuk memprediksi,
mendesain, dan memperkirakan. Sejalan dengan itu ranah dari HOTS yaitu analisis
yang merupakan kemampuan berpikir dalam menspesifikasi aspek-aspek/elemen dari
sebuah konteks tertentu; evaluasi merupakan kemampuan berpikir dalam mengambil
keputusan berdasarkan fakta/informasi; dan mengkreasi merupakan kemampuan
berpikir dalam membangun gagasan/ide-ide.
Keterampilan abad 21 atau diistilahkan dengan 4C (Communication,
Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving, and Creativity and
Innovation). Inilah yang sesungguhnya ingin kita tuju dengan K.13, bukan
sekedar transfer materi. Tetapi pembentukan 4C. Beberapa pakar menjelaskan
pentingnya penguasaan 4C sebagai sarana meraih kesuksesan, khususnya di abad
21, Abad di mana dunia berkembang dengan sangat cepat dan dinamis. Penguasaan
keterampilan abad 21 sangat penting, 4C adalah jenis softskill yang pada
implementasi keseharian, jauh lebih bermanfaat ketimbang sekedar penguasaan hardskill.
HOTS memberi penekanan lebih pada proses:
1. mentransfer fakta dari satu
konteks ke konteks lain,
2. memilih, memproses, dan
menerapkan informasi,
3. Melihat keterkaitan antara
beberapa infomasi yang berbeda,
4. Menggunakan informasi untuk
menyelesaikan masalah, dan
5. Menguji informasi dan gagasan
secara kritis.
HOTS bermaksud mengingat kembali
informasi (recall atau ingatan) diminimalkan dan penekanan diberikan
terhadap:
1. mentransfer informasi dari
satu konteks ke konteks lainnya
2. memproses dan menerapkan
informasi
3. melihat keterkaitan antara
informasi yang berbeda-beda
4. menggunakan informasi untuk
menyelesaikan masalah
5. Secara kritis
mengkaji/menelaah ide atau gagasan dan informasi.
Dengan demikian RRP yang dibuat guru
harus memunculkan dan menginsert empat macam poin, yaitu PPK, Literasi, 4C dan
Hots, maka guru perlu kreatif untuk meracik menjadi RPP yang utuh, dengan
langka-langkah sebagai berikut:
1. Mengintegrasikan PPK di dalam
pembelajaran. PPK diperkuat lima karakter, yaitu: religius, nasionalis,
mandiri, gotong royong, dan integritas.
2. Mengintegrasikan literasi dan
menginsert literasi dalam RPP sebelum, sedang, dan sesudah pembelajaran.
3. Mengintegrasikan Hots atau
kemampuan berpikir tingkat tinggi level 3/C4 sampai dengan C6.
Oleh
kerena itu, maka tidak mungkin lagi menggunakan model/metode/strategi/pendekatan
yang berpusat pada guru, namun kita perlu mengaktifkan peserta didik dalam
pembelajaran (active learning). Khusus untuk PPK merupakan program yang
rencananya akan disesuaikan dengan 5 hari belajar tau 8 jam sehari sedangkan
untuk 2 hari merupakan pendidikan keluarga.
E. Terjadi Beberapan Perubahan
Istilah
Pada
Kurikulum 2013 revisi terbaru 2017 terdapat beberapa perubahan istilah dalam
penilaian yang mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
53 Tahun 2015 tentang penilaian dinyatakan tidak berlaku setelah dikeluarkannya
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2016 tentang
Penilian Kurkulum 2013, terdapat beberapa perubahan istilah dalam Kurikulum
2013 hasil revisi antara lain:
1 Istilah Kreteria Ketuntasan Minimal (KKM)
berubah menjadi Ketuntasan Belajar Minimal (KBM).
2 Istilah Ulangan Harian (UH) berubah menjadi
Penilaian Harian (PH).
3 Isyilah Ulangan Tengah Semester (UTS) berubah
menjadi Penilaian Tengah Semester (PTS).
4 Istilah Ulangan Akhis Semester (UAS) berubah
menjadi Penilaian Akhir Semester (PAS).
Istilah Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) berubah
menjadi Penilaian Akhir Tahun (PAT).
PAT materi soalnya meliputi semester ganjil
25% an semester genap 75% > kenaikan kelas lihat KBM (60)
1 Semester
ganjil = 55
2. Semester
genap = 65. Jadi 120 : 2 = tuntas
Peserta didik dinyatakan tidak naik
kelas apabila:
1.
Terdapat 3 nilai mapel yan KBM nya tidak
tuntas.
2.
Nilai pengethauan KI-3 harus tuntas.
3.
Nilai keterampilan KI-4 harus tuntas.
4.
KI-1 dan KI-2 semua mapel sama.
KI-1 dan Ki-2 observasi guru dalam jurnal
yang ditulis yang KURANG dan yang AMAT BAIK.
1.
Sikap dikatakan tuntas, jika predikat minimal B
(baik)
2.
Pengetahuan dan keterampilan dikatakan tuntas
jika predikat minimal C.
3.
KI-3 : Sebuah mapel dikatakan tuntas jika
pengetahuan dan keterampilan (jika ada keterampilan), dan sikap tuntas.
4.
Predikat C pada mapel pengetahuan dan
keterampilan dinyatakan tuntas.
5.
Predikat untuk pengetahuan dan keterampilan,
didasarkan pada KKM masing-masing. Contoh:
Jika KBM : 75 maka < 75 = D (tidak tuntas)
75
- 82 = C (tuntas dengan cukup)
83
- 90 = B (tuntas dengan baik)
91
- 100 = A (tuntas dengan sangat baik).
6.
Jangan menaik-naikkan nilai untuk mengejar B,
atau menurunkan KBM dari yang sudah ditetapkan msing-masing sekolah.
Selanjutnya ada beberapa
perubahan-perubahan terkait dengan pelaksanaan pembelajaran, antara lain:
1.
Nama kurikulum tidak berubah menjadi kurikulum
nasional tetap kurikulum 2013 edisi revisi yang berlaku nasional.
2.
Penilian sikap KI-1 dan KI-2 sudah ditiadakan
disetiap mata pelajaran hanya Agama dan PPKn, namun KI tetap dicantumkan dalam
penulisan RPP.
3.
Jika ada 2 nilai praktik dalam 1 KD, maka yang
diambil adalah nilai yang tertinggi. Penghitungan nilai keterampilan dalam 1 KD
ditotal (praktik, produk, portopolio) dan diambil nilai- rata-rata. Untuk
pengetahuan, bobot penilaian harian, dan penilian semester itu sama.
4.
Pendekatan scientific 5M bukanlah satu-satunya
metode saat mengajar dan apabila digunakan maka susunannya tidak harus
berurutan.
5.
Silabus Kurikulum 2013 edisi revisi lebih
ramping hanya 3 kolom. Yaitu KD, materi pembelajaran, dan kegiatan
pembelajaran.
6.
Silabus lebih ramping hanya tiga kolom, yaitu
KD, materi pelajaran, dan kegiatan pembelajaran.
7.
Dalam RPP, tidak perlu disebutkan nama metode
pembelajaran yang digunakan dan materi dibuat dalam bentuk lampiran berikut
dengan rubrik penilaian (jika ada).
8.
Perubahan terminologi ulangan harian (UH)
menjadi penilaian harian (PH) ulangan akhir semester (UAS) menjadi penilaian
akhir semester (PAS) dan tidak ada lagi ulangan tengah semester (PTS) langsung
ke PTS.
9.
Skala penilian menjadi 1-100. Penilaian sikap
diberikan dalam bentuk prediksi dan deskripsi.
10. Remedial
diberikan untuk yang kurang namun peserta didik diberikan pembelajaran ulang.
Nilai remidial adalah nilai yang dicantumkan dalam hasil.
F.
Kelengkapan Administrasi Guru
Kelengkapan administrasi yang harus dimiliki
guru antara lain:
1.
Buku Kerja 1 :
a) SKL, KI,
dan KD,
b) Silabus,
c) RPP,
d) KKM, dan
2.
Buku Kerja 2 :
a) Kode
etik guru,
b) Ikrar
guru,
c) Tata
tertib guru,
d) Pembiasaan
guru,
e) Kalender
pendidikan,
f) Aloksi
waktu,
g) Program
tahunan,
h) Program
semester, dan
i) Jurnal
agenda guru.
3.
Buku Kerja 3 :
a) Daftar
hadir,
b) Daftar
nilai,
c) Penilaian
akhlak/kepribadian,
d) Analisis
hasil ulangan,
e) Program
pembelajaran, perbaikan, dan pengayaan,
f) Daftar
buku pegangan guru/peserta didik,
g) Jadwal
mengajar,
h) Daya
serap peserta didik,
i) Kumpulan
kisis-kisi soal,
j) Analisis
butir soal, dan
k) Perbaikan
soal.
4.
Buku Kerja 4 :
a) Daftar
evaluasi diri dan kerja guru, dan
b) Program
tindak lanjut kerja guru.
Buku kerja guru bisa dipakai oleh guru SD, SMP
maupun SMA/SMK yang memakai Kurikulum 2013.