Minggu, 24 November 2019


PENDIDIKAN DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0
(Akankah Menciptakan Manusia Digital?)*

            Perubahan zaman sesuatu yang tidak bisa dielakkan karena sudah menjadi ketentuan Allah (sunnatullah) dari perjalanan waktu itu sendiri. Waktu berjalan secara alamiah dan dinamis pada tatanan sosial hampir semua aspek kehidupan secara global. Kita sebagai pemduduk bumi mau tidak mau, suka tidak suka, siap tidak siap harus bisa menghadapi perubuahan tersebut. Manusia sekarang adalah generasi Y yang berada pada era revolusi industri keempat atau lebih dikenal dengan istilah era Revolusi Industri 4.0.
                           Revolusi Industri 4.0 dicetuskan oleh Angella Markel pada acara WEF (World Economic Forum) di Jerman tahun 2015 adalah era yang menerapkan konsep outomatisasi dan cyber. Berbagai inovasi di era ini antara lain Internet of Things (IoT), Big Data, percetakan 3 dimensi (3D), Artificial Intelegence (AI), kendaraan tanpa pengemudi, rekayasa genetika, robot dan mesin pintar. Salah satu hal terbesar di era Revolusi Industri 4.0 ini adalah Internet of Things (IoT).
            Internet of Things (IoT) memiliki kemampuan dalam menyambungakan dan memdahkan proses komonikasi antar mesian, perangkat, sensor, dan manusia melalui jaringan internet. Waktu di era Revolusi Industri 3.0 kita hanya dapat mentransfer uang melalui Automatic Teller Machine (ATM) bank, saat ini kita dapat melakukan transfer di mana saja dan kapan saja selama terhubung dengan jaringan internet melalui media gadget/handphone.
            Sealin itu ada juga Big Data yang berperan penting dalam Revolusi Industri 4.0 dengan keunggulan 6c (connection, cyber, community, dan customization) yang mampu memberikan wawasan dan berguna bagi manajemen pabrik. Data diproses dengan alat canggih (analitik dan agoritma) untuk menghasilkan informasi yang baik.
            Meskipun Revolusi Industri 4.0 awalnya hanya pada bidang industri dan ekonomi, namun juga berimplikasi pada dunia pendidikan. Pengunaan internet di dunia pendidikan semakin marak sehingga muncul istilah e-learning, e-raport dan bahkan sekarang ada UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) dan jaringan internet sebagai basisnya. Memanfaatkan teknologi digital dalam proses pembelajaran atau lebih dikenal dengan sistem siber (cyber system) dihaharapkan akses pendidikan lebih luas sehingga proses pembelajaran tidak hanya terbatas pada ruang dan waktu. Namun penggunaan perangkat tekbologi digital seperti laptop, tablet, handphone/gadget/smartphone pada akhirnya melegalisasi penggunaanya di kalangan peserta didik, apalagi ada program satu peserta didik satu tablet.
Pengunaan alat komunikasi kepada peserta didik secara berlebihan dan tidak terkontrol akan berdampak negatif terhadap perkembangan motorik dan sosial peserta didik. Peserta didik cenderung apatis, mengalami stres, ganggung kejiwaan, serta amoral yang melanda di mana-mana. Bahkan sering terjadi pelecehan seksual yang dipicu oleh iklan pornografi secara tak sengaja muncul secara otomatis dilayar handphone (hp) secara bersamaan begitu membuka aplikasi atau game.
 Elly Risman Musa seorang Psikolog spesialis pengasuhan anak pada acara di ILC yang disiarkan tvone tanggal 27 Agustus 2019 yang lalu mengatakan bahwa: “Penggunan hp pada anak-anak akan mengalami penyusutan otak depan sebesar 4,4%. Bahkan gangguan terhadap otak jauh lebih berbahaya dari narkoba. Narkoba ada badannya, ponografi rumah wifi, hp di tangan canggih pulsanya dibayarkan games tersedia. Tidak ada hubungannya kecanduan otak depan dengan tingkat kecerdasan, keberhasilan anak-anak tak bisa dilihat dari repuatsi akdemisnya saja. Antipasi bencana kerusakan otak pada yang membedakan antara manusia dan hewan. Bencana yang paling besar adalah karena kita tidak sadar ada bencana yang ada pada telapak tangan anak kita pada buku jarinya, mereka bisa berselancar kapan saja”.
            Kalau kita perhatikan penyataan di atas alangkah dahsyatnya pengaruh negatif dari penggunaan hp secara berlebihan anak-anak termasuk peserta didik terutama pasa usia dini  karena akan melemahkan otak anak itu sendiri. Nah jika hal itu terjadi berarti anak kita tidak mampu lagi menerima hal-hal yang baik yang jauh bermanfaat bagi dirinya dan masa depan mereka.         Akankan pendidikan di era Revolisi Industri 4.0 ini mengharuskan peserta didik bersahabat dengan hp?
Hp dibalik manfaat yang positif juga memiliki resiko atau dampak negatif selain yang disebutkan di atas. Manfaat positifnya antara lain: mudah mendapatkan informasi, mempermudah komunikasi, menstimulasi kreativitas dan memudahkan proses pembelajaran. Sedangkan resiko atau dampak negatif secara fisik maun psikis antara lain: gangguan kesehatan mata, masalah tidur, kesulitan konsentrasi, ketidakseimbangan motorik kasar dan halus serta gangguan pencernaan, gangguang perkembangan bahasa dan sosial berupa keterlambatan pekembangan bicara dan bahasa anak, membatasi pergaulan sosial dan mengurangi waktu berkualitas bersama keluarga.
            Agar pendidikan di era Revolusi Indusrti 4.0 tidak berdampak negatif pada peserta didik dan menghasilkan manusia digital (manusia yang tergantung akan alat teknologi komunkasi dan internet), maka diperlukan peran orang tua dan guru terhadap peserta didik. Peran tersebut antara lain: (1) Memberi pengetahuan dengan cara menetapkan aturan tentang penggunaan modsos (blog, twitter, facebook, youtube dan instagram) dan memproteksi situs tersebut yang berdampak negatif. (2) Mengimbangi waktu pengunaan media digital dengan interaksi di dunia maya. (3) Menggunakan perangkat digital secara bijaksana, tidak menggunakan pada saat beriteraksi dengan orang lain, dan tidak menggunakannya sebelum tidur. (4) Memanfaatkan media blog untuk melatih anak menuangkan ide-idenya dan membimbing mereka untuk terbiasa menulis, bukan hanya membaca.
Oleh karena itu guru sebagai pengelola pembelajaran di sekolah seharusnya tidak memberikan tugas kepada peserta didik dengan cara membrowsing materi melalui internet secara terus-menerus, karena itu sama halnya memberi keleluasaan peserta didik untuk menggunakan hp. Begitu pula para orang tua di rumah agar membatasi dan mengawasi penggunaan alat tersebut kepada anak-anak.