Minggu, 24 November 2019


PENDIDIKAN DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0
(Akankah Menciptakan Manusia Digital?)*

            Perubahan zaman sesuatu yang tidak bisa dielakkan karena sudah menjadi ketentuan Allah (sunnatullah) dari perjalanan waktu itu sendiri. Waktu berjalan secara alamiah dan dinamis pada tatanan sosial hampir semua aspek kehidupan secara global. Kita sebagai pemduduk bumi mau tidak mau, suka tidak suka, siap tidak siap harus bisa menghadapi perubuahan tersebut. Manusia sekarang adalah generasi Y yang berada pada era revolusi industri keempat atau lebih dikenal dengan istilah era Revolusi Industri 4.0.
                           Revolusi Industri 4.0 dicetuskan oleh Angella Markel pada acara WEF (World Economic Forum) di Jerman tahun 2015 adalah era yang menerapkan konsep outomatisasi dan cyber. Berbagai inovasi di era ini antara lain Internet of Things (IoT), Big Data, percetakan 3 dimensi (3D), Artificial Intelegence (AI), kendaraan tanpa pengemudi, rekayasa genetika, robot dan mesin pintar. Salah satu hal terbesar di era Revolusi Industri 4.0 ini adalah Internet of Things (IoT).
            Internet of Things (IoT) memiliki kemampuan dalam menyambungakan dan memdahkan proses komonikasi antar mesian, perangkat, sensor, dan manusia melalui jaringan internet. Waktu di era Revolusi Industri 3.0 kita hanya dapat mentransfer uang melalui Automatic Teller Machine (ATM) bank, saat ini kita dapat melakukan transfer di mana saja dan kapan saja selama terhubung dengan jaringan internet melalui media gadget/handphone.
            Sealin itu ada juga Big Data yang berperan penting dalam Revolusi Industri 4.0 dengan keunggulan 6c (connection, cyber, community, dan customization) yang mampu memberikan wawasan dan berguna bagi manajemen pabrik. Data diproses dengan alat canggih (analitik dan agoritma) untuk menghasilkan informasi yang baik.
            Meskipun Revolusi Industri 4.0 awalnya hanya pada bidang industri dan ekonomi, namun juga berimplikasi pada dunia pendidikan. Pengunaan internet di dunia pendidikan semakin marak sehingga muncul istilah e-learning, e-raport dan bahkan sekarang ada UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) dan jaringan internet sebagai basisnya. Memanfaatkan teknologi digital dalam proses pembelajaran atau lebih dikenal dengan sistem siber (cyber system) dihaharapkan akses pendidikan lebih luas sehingga proses pembelajaran tidak hanya terbatas pada ruang dan waktu. Namun penggunaan perangkat tekbologi digital seperti laptop, tablet, handphone/gadget/smartphone pada akhirnya melegalisasi penggunaanya di kalangan peserta didik, apalagi ada program satu peserta didik satu tablet.
Pengunaan alat komunikasi kepada peserta didik secara berlebihan dan tidak terkontrol akan berdampak negatif terhadap perkembangan motorik dan sosial peserta didik. Peserta didik cenderung apatis, mengalami stres, ganggung kejiwaan, serta amoral yang melanda di mana-mana. Bahkan sering terjadi pelecehan seksual yang dipicu oleh iklan pornografi secara tak sengaja muncul secara otomatis dilayar handphone (hp) secara bersamaan begitu membuka aplikasi atau game.
 Elly Risman Musa seorang Psikolog spesialis pengasuhan anak pada acara di ILC yang disiarkan tvone tanggal 27 Agustus 2019 yang lalu mengatakan bahwa: “Penggunan hp pada anak-anak akan mengalami penyusutan otak depan sebesar 4,4%. Bahkan gangguan terhadap otak jauh lebih berbahaya dari narkoba. Narkoba ada badannya, ponografi rumah wifi, hp di tangan canggih pulsanya dibayarkan games tersedia. Tidak ada hubungannya kecanduan otak depan dengan tingkat kecerdasan, keberhasilan anak-anak tak bisa dilihat dari repuatsi akdemisnya saja. Antipasi bencana kerusakan otak pada yang membedakan antara manusia dan hewan. Bencana yang paling besar adalah karena kita tidak sadar ada bencana yang ada pada telapak tangan anak kita pada buku jarinya, mereka bisa berselancar kapan saja”.
            Kalau kita perhatikan penyataan di atas alangkah dahsyatnya pengaruh negatif dari penggunaan hp secara berlebihan anak-anak termasuk peserta didik terutama pasa usia dini  karena akan melemahkan otak anak itu sendiri. Nah jika hal itu terjadi berarti anak kita tidak mampu lagi menerima hal-hal yang baik yang jauh bermanfaat bagi dirinya dan masa depan mereka.         Akankan pendidikan di era Revolisi Industri 4.0 ini mengharuskan peserta didik bersahabat dengan hp?
Hp dibalik manfaat yang positif juga memiliki resiko atau dampak negatif selain yang disebutkan di atas. Manfaat positifnya antara lain: mudah mendapatkan informasi, mempermudah komunikasi, menstimulasi kreativitas dan memudahkan proses pembelajaran. Sedangkan resiko atau dampak negatif secara fisik maun psikis antara lain: gangguan kesehatan mata, masalah tidur, kesulitan konsentrasi, ketidakseimbangan motorik kasar dan halus serta gangguan pencernaan, gangguang perkembangan bahasa dan sosial berupa keterlambatan pekembangan bicara dan bahasa anak, membatasi pergaulan sosial dan mengurangi waktu berkualitas bersama keluarga.
            Agar pendidikan di era Revolusi Indusrti 4.0 tidak berdampak negatif pada peserta didik dan menghasilkan manusia digital (manusia yang tergantung akan alat teknologi komunkasi dan internet), maka diperlukan peran orang tua dan guru terhadap peserta didik. Peran tersebut antara lain: (1) Memberi pengetahuan dengan cara menetapkan aturan tentang penggunaan modsos (blog, twitter, facebook, youtube dan instagram) dan memproteksi situs tersebut yang berdampak negatif. (2) Mengimbangi waktu pengunaan media digital dengan interaksi di dunia maya. (3) Menggunakan perangkat digital secara bijaksana, tidak menggunakan pada saat beriteraksi dengan orang lain, dan tidak menggunakannya sebelum tidur. (4) Memanfaatkan media blog untuk melatih anak menuangkan ide-idenya dan membimbing mereka untuk terbiasa menulis, bukan hanya membaca.
Oleh karena itu guru sebagai pengelola pembelajaran di sekolah seharusnya tidak memberikan tugas kepada peserta didik dengan cara membrowsing materi melalui internet secara terus-menerus, karena itu sama halnya memberi keleluasaan peserta didik untuk menggunakan hp. Begitu pula para orang tua di rumah agar membatasi dan mengawasi penggunaan alat tersebut kepada anak-anak.

Minggu, 27 Oktober 2019

PENDIDIKAN BERBASIS KOMPETENSI DAN KARAKTER
Oleh: Saruji, S.Ag, M.Pd.I
      

      A.  Kompetensi Abad 21
        Pendidikan tidak akan pernah berhenti selama eksistensi manusia di muka masih ada. Pendidikan memiliki peranan penting dalam memajukan suatu bangsa, karena semakin maju pendidikan suatu bangsa maka semakin maju pula bangsa tersebut. Untuk itu suatu bangsa harus memiliki suatu sistem pendidikan yang berkualitas sesuai dengan perkembangan zaman. Apalagi saat ini adalah abad 21, di mana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu pesat terutama teknologi informasi dan komunikasi yang tentu mempengaruhi tatanan kehidupan manusia. Keadaan ini disebut dengan era globalisasi di mana batas antar wilayah dan negara sudah tidak berarti lagi. Setiap orang mempunyai akses informasi  untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di negara lain di belahan dunia. Era ini menuntut manusia untuk memiliki daya saing di berbagai bidang termasuk bidang pendidikan.
                Dunia pendidikan juga perlu mengalami perubahan yang sama cepatnya dengan perubahan zaman. Untuk mencapai hal tersebut perlu adanya keinginan atau kemauan guru untuk meningkatkan kemampuan, kapasitas dan kompetensi yang memadai guna medukung perananya dalam pendidikan. Untuk itu guru harus memiliki enam kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, profesional, spritual, dan kepemimpinan.[1] Kualitas pendidikan ditentukan oleh kualitas guru, karena sebaik apapun kurikulum yang ada, tetapi bila mutu guru masih rendah maka pendidikan tidak akan berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Maka dari itu guru merupakan kunci utama untuk meningkatkan mutu pendidikan.
                 Di abad 21 ini peran guru menjadi semakin berat di mana guru harus mengantarkan peserta didik menjadi pribadi yang unggul yang mampu bersaing di abad ini. Hanya dengan guru yang profesional pendidikan dapat ditingkatkan mutunya dan dengan pelaksanaan pendidikan yang bermutu akan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.
      Ada empat kompetensi abad 21 yang harus diketahui oleh guru diantaranya:
    Way of Thinking (cara berpikir); kreativitas, kritis, pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan belajar. 
   Way of Working (alat untuk bekerja); information and communication technology (ICT) dan informasi literasi.
     Skill for Living in the World (keterampilan untuk hidup di dunia); kewarganegaraan, kehidupan dan karir, serta tanggung jawab pribadi dan sosial. 
         Oleh karena itu guru di abad 21 mau tidak mau harus menguasai teknologi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran. Guru harus mampu beradaptasi dan siap menghadapi perubahan yang terjadi setiap saat. Guru harus mampu memanfaatkan informasi yang berkembang di masyarakat ke dalam proses pembelajaran. Peran guru dalam proses pembelajaran di abad 21 penuh tantangan yang harus ditaklukkan agar dapat membawa peserta didik kelak mampu bertahan dan bersaing di luar negeri.harus akrab dengan ICT dan memberikan kesempatan yang sebanyak-banyaknya kepada peserta didik untuk mengembangkan keterampilannya. Guru memberikan tugas yang menuntut peserta  untuk menggunakan teknologi ICT. Misalnya peserta didik melaporkan hasil kerjanya melalui email, blog dan sebagainya atau dengan diketik lalu dicetak (print out). Di abad ini, teknologi sudah berkembang menjadi media pembelajaran utama.         Kemudian ada empat kecakapan hidup pada abad 21 yang harus dimiliki oleh peserta didik,     yaitu:
1. Communication (komunikasi).
                 Pada karakter ini peserta didik dituntut untuk memahami, mengolah, dan menciptakan                         komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia.
2.  Collaboration (kolaborasi).
     Pada kareakter ini peserta dididk menunjukkan kemampuanya dalam bekerja sama,                       berkelompok dan kepemimpinan, beadaptasi dalam berbagai peran dan tanggung jawab.                Bekerja secara produktif dengan yang lain, menempatkan empati pada temannya, dan                     menghormati perspektif berbeda.         
3.  Critical Thinking and Problem Solving (berpikir kritis dan memecahkan masalah).
                Pada karakter ini peserta didik, berusaha untuk memberikan penalaran yang masuk akal dalam            memahami dan membuat pilihan yang rumit, memahami interkoneksi antara sistem.                        4.  Creative and Innovation (Kreatif dan Inovasi).
                 Pada karakter ini, peserta didik memiliki kemampuan untuk mengembangkan, melaksanakan,             dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada yang lain, bersikap terbuka dan responsif                  terhadap perspektif baru dan berbeda.
     Oleh karena itu guru harus memiliki wawasan yang  dan melakukan perubahan dalam sistem pembelajaran yang awalnya bersipat konvensional menjadi sistem pembelajaran berbasis ICT. Dua hal yang sangat penting dikuasai oleh guru berkenaan dengan hal tersebut adalah penguasan teknologi komputer dan internet. Dengan menguasai kedua teknologi tersebut guru dapat memanfaatkannya dalam proses pembelajaran untuk mengembangkan kemampuannya. Guru yang dapat mengoperasikan komputer/laptop dan internet dapat memudahkan guru dalam memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengajar.
   Pembelajaran berbasis ICT dengan menggunakan laptop guru dapat menyajikan media pembelajaran yang bervariasi seperti media audio, media visual, dan video. Selain media, metode pembelajaran juga harus disesuaikan dengan konteks materi. Penggunaan media dan metode yang bervariasi akan menghasilkan pembelajaran yang aktif, efektif, kreatif dan menyenangkan. Untuk menunjang pembelajaran ICT tersebut, sekolah harus menyediakan LCD atau infocus, laboratorium komputer dan interner yang dapat diakses oleh seluruh warga sekolah.
       Guru dalam pembelajaran abad 21 harus memberikan kesempatan yang sebanyak-banyaknya kepada peserta didik untuk mengembangkan keterampilannya dalam menguasai ICT. Guru memberikan tugas yang menuntut peserta  untuk menggunakan teknologi ICT. Misalnya peserta didik melaporkan hasil kerjanya melalui email, blog dan sebagainya atau dengan diketik lalu dicetak (print out). Di abad ini, teknologi sudah berkembang menjadi media pembelajaran utama.
     Oleh karena itu untuk lebih membuka wawasan dan mengembangkan keterampilan dalam penguasaan ICT, guru harus mengikuti pelatihan-pelatihan atau seminar yang bertemakan penerapan ICT dalam pembelajaran. Selain itu diperlukan supervisi atau pengawasan yang berkelanjutan untuk melihat dan mengevaluasi pembelajaran berbasis ICT yang dilakukan oleh guru.
   Terwujudnya pendidikan yang berkualitas, tak terlepas dari peran serta pemerintah dan masyarakat. Salah satu peran pemerintah dalam memajukan pendidikan diantaranya adalah memberikan tunjangan profesi yang diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme guru dalam pembelajaran juga kesejahteraan. Dengan adanya tunjangan tersebut, seharusnya guru mengalokasikannya untuk pemenuhan alat pembelajaran yang relevan denga abad 21, salah satunya adanya yaitu guru harus memiliki laptop yang dapat digunakan dalam pembelajaran.[2]
       Dengan memasuki abad 21, maka guru mau tidak mau harus menguasai teknologi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran. Guru harus mampu beradaptasi dan siap menghadapi perubahan yang terjadi setiap saat. Guru harus mampu memanfaatkan informasi yang berkembang di masyarakat ke dalam proses pembelajaran. Peran guru dalam proses pembelajaran di abad 21 penuh tantangan yang harus ditaklukkan agar dapat membawa peserta didik kelak mampu bertahan dan bersaing di luar negeri.
           Selanjutnya ada empat keterampilan abad 21 yang harus diketahui oleh guru diantaranya:          (1)  Way of Thinking (cara berpikir); kreativitas, kritis, pemecahan masalah, pengambilan    keputusan   dan belajar,  (2)  Way of Working (alat untuk bekerja); information and communication technology (ICT) dan informasi literasi, dan (3)  Skill for Living in the World (keterampilan untuk hidup di dunia); kewarganegaraan, kehidupan dan karir, serta tanggung jawab pribadi dan sosial.
         Oleh karena itu guru di abad 21 mau tidak mau harus menguasai teknologi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran. Guru harus mampu beradaptasi dan siap menghadapi perubahan yang terjadi setiap saat. Guru harus mampu memanfaatkan informasi yang berkembang di masyarakat ke dalam proses pembelajaran. Peran guru dalam proses pembelajaran di abad 21 penuh tantangan yang harus ditaklukkan agar dapat membawa peserta didik kelak mampu bertahan dan bersaing di luar negeri.harus akrab dengan ICT dan memberikan kesempatan yang sebanyak-banyaknya kepada peserta didik untuk mengembangkan keterampilannya. Guru memberikan tugas yang menuntut peserta  untuk menggunakan teknologi ICT. Misalnya peserta didik melaporkan hasil kerjanya melalui email, blog dan sebagainya atau dengan diketik lalu dicetak (print out). Di abad ini, teknologi sudah berkembang menjadi media pembelajaran utama.

B.  Nilai Karakter 
               Pada Menteri Pendididkan dan Kebudayaan dijabat oleh Muhajir Efendi, pernah merilis 5         karakter utama yang harus diproritaskan dalam pelaksanaan pendidika karakter di sekolah.                   Kelima karakter tersebut adalah:
1.    Religuis
Sikap ini mencermikan keimanan  dan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa. Di sini peserta didik ditekankan agar menjadi pemeluk agama yang taat tanpa harus merendahkan pemeluk agama lain, justeru harus mengedepankan toleransi antar umat beragama.
2.      Integritas
Sikap integritas mencerminkan dirinya sebagai orang yang bisa dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan. Peserta didik yang berintegritas akan berhati-hati dalam menjalin pergaulan, sebab kepercayaan yang diberikan teman-temannya itu mahal harganya.
3.      Mandiri
Sikap mandiri mencerminkan tidak bergantung pada orang lain dan menggunakan tenaga, pikiran, dan waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi, dan cita-cita. Mandiri erat hubunganya dengan kesuksesan seseorang. Orang yang hidup mandiri sejak kecil umumnya meraih sukses saat menginjak usia dewasa. Itulah alasan mandiri menjadi karakter terdepan yang harus dimiliki peserta didik.
4.      Nasionalis
Sikap nasionalis berarti menempatkan kepentingan bangsa dan nergara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Untuk memupuk jiwa nasionalis perlu dimulai dari hal-hal kecil. Seperti mematuhi peraturan sekolah, menjaga kebersihan lingkungan, dan mengkuti upacara bendera dengan khidmat.
5.      Gotong Royong
Gotong royong mencerminkan tindakan menghargai kerja sama dan bahu-membahu menyelesaikan persoalan bersama. Sudah jelas, tradiri gotong royong semakin lama semakin hilang akibat arus teknologi yang membuat siapapun bisa menyelesaikan pekerjaan sendiri. Hal ini harus diputus salah satunya lewat pembiasaan-pembiasaan di sekolah seperti kerja bakti, mengedepankan musyawarah dan saling hargai-menghargai antar teman.[3]
           Itulah lima di antara sekian banyak karakter yang harus diajarkan kepada peserta didik di   sekolah, agar kelak mereka menjadi orang memiliki perilaku mulia yang mencerminkan diri     sebagai Bangsa Indonesia yang menjujung tinggi nilai-nilai moral.
        Setelah Nadiem Makarim dilantik oleh Presiden Joko Widodo sebabagi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Pendidikan Tinggi (Mendikbud Dikti)dalam Kabinet Indonesia Maju  pada tanggal 20 Oktober 2019 di Istana Negara Jakarta, pada sebuah wawancara dengan wartawan usai pelantikan Mendikbud Dikti mengatakan: "Kedepannya kita akan menciptakan pendidikan berbasis kompetensi dan karakter, karena sesungguhnya itu luar biasanya penting dan itu semua berawal dari guru baik dari segi kapabilitas maupun kesejahteaan guru gurunya. Pernyataan terbut menguatkan kembali apa yang telah diterapkan selama ini. Namun apakan penerapnnya itu sama dengan sebelumnya atau akan dibuat dalam bentuk atau format baru sesuai dengang semangat dan visi misi presiden melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaa dan Perguruan Tinggai. Wa Allah-u A'alam bi- Shawab.
     
SUMBER BACAAN

[1]Panduan Penyelenggaraan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru PAI, Jakarta: Direktorat Pendidikan Agama Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, 2017, h.3.
[2]Pendidikan di Abad 21, diakses dari sejarahpendidikan 1.blogspot.com, pada tanggal 11 Februari 2017 Pukul 13.35 Wib.
[3]www.panduanmengajar.com, pendidikan karakter di sekolah, diakese pada tanggal 27 jam 15.20 Wib. 

Jumat, 25 Oktober 2019

KURIKULUM 2013 DAN PERUBAHANNYA


KURIKULUM 2013 DAN PERUBAHANNYA

A.    Merubah Cara Mengajar  Guru
       Kurikulum merupakan seperangkat dan sebuah pengaturan berkaitan dengan tujuan, isi, bahan ajar dan cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.[1]
           Guru sebagai ujung tombak pendidikan harus melaksanakan kurikulum pada setiap jenjang pendidikan. Termasuk Kurikulum 2013 yang mengalami beberapa perubahan, baik dari tujuan, isi, dan proses. Untuk mewujudkan keberhasilan pemberlakuan kurikulum baru, guru hendaknya proaktif dalam mencari dan menemukan metode dan pendekatan yang mampu menjamin benar-benar bahwa kurikulum  siap diaplikasikan.
            Pada Kurikulum 2013, terdapat beberapa perubahan antara lain
1. Tujuan:  Menghasilkan manusia yang mampu berkompetisi   pada abad  ke-21, di era digital teknologi dan literasi digital. 2. Isi :  Konten pembelajaran (berbagai bentuk multi media).
3.  Bahan Ajar :   Bentuk dan format materi (format digital/elektronik).
4.    Cara Pembelajaran          :   Memanfaatkan teknologi komputer, internet, aplikasi dsb. Belajar dengan teknonogi: E-Learning, E-Education, Distance Learning, not just accumulation but also meaning).
        Pada Kurikulum 2013, guru harus merubah  cara  mengajar  dalam proses pembelajaran, yakni dari meyampaikan pengetahuan (tranfer of knowledge) menuju proses pembelajaran yang berbasis pertukaran pengetahuan (change of knowledge). Hal ini tentu bukan hal yang mudah, apalagi guru terbiasa menyampaikan materi terbiasa dengan tradisi dengan metode ceramah yang tentu saja sangat verbalistik. Di samping itu guru mengajar harus menggunakan perangkat berbasis multi media dengan memanfaatkan teknologi komputer dan internet dengan segala fasilitanya dalam menunjang proses pembelajaran.
         Dari persepektif peserta didik dengan guru,  Kurikulum 2013 menghendaki pembelajaran terpusat pada peserta didik (student centre) yang menuntut keaktifan peserta didik dalam pembelajaran. Sedangkan pada perpektif sebelumnya, guru yang menjadi aktor utama dalam  pembelajaran dalam, sehingga peserta didik pasif dan menjenuhkan. Di dalam Kurikulum 2013, guru hanya sebagai fasilitator dan motivator bagi peserta didik dalam pembelajaran. Selain itu, perinsip dasar pada Kurikulum 2013 ini berupaya untuk mengoptimalkan keingintahuan peserta didik. Semula peserta didik “diberi tahu” oleh guru, maka sekarang peserta didik dituntut untuk “mencari ilmu” segala hal yang berkaitan dengan materi pembelajaran.[2]
B. Menekankan pada Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)
       Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter Pasal 1 disebutkan bahwa” penguatan Pendidikan Karakter yang selanjutnya disebut PPK adalah gerakan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah piker, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga dan masyarakat sebagai bagian dari Gerkan Nasional Revolusi Mental (GNRM)”[3]. Ada lima karakter yang diperkuat yaitu: religius, nasionalis, mandiri, gotong royong dan integritas.
      Proses pembelajaran yang menumbuhkan budi pekerti perlu dirancang dengan cermat, dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan dievaluasi terus-meneus secara menyeluruh. Silabus dan RPP harus dengan sengaja dirancang untuk pembelajaran yang tidak hanya menjadikan peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga pembelajaran yang menantang dan menyenangkan yang dirancang dalam RPP dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Akhirnya perkembangan budi pekerti peserta didik diikuti dan fasilitas terus-menerus hingga secara konsisiten menampilkan budi pekerti yang dilandasi oleh nilai-nilai moral yang baik.
        Berikut beberapa contoh nilai-nilai karakter (budi pekerti) yang diperoleh peserta didik selama dalam proses pembelajaran:
1. Guru datang tepat waktu (contoh nilai yang ditumbuhkan disiplin).
2. Guru mengucapkan salam dengan ramah kepada peserta didik ketika memasuki ruang kelas (contoh nilai yang ditumbuhkan santun dan peduli).
3. Berdoa sebelum membuka pelajaran (contoh nilai yang ditumbuhkan religius).
4. Mengecek kehadiran peserta didik (contoh nilai yang ditumbuhkan disiplin).
5. Mendoakan peserta didik yang tidak hadir karena sakit atau kerena halangan lainnya (nilai yang ditumbuhkan  religius dan peduli).
6.   Memastikan bahwa setiap peserta didik datang tepat waktu (contoh nilai yang ditumbuhkan disiplin).
7.   Menegur peserta didik yang terlambat dengan sopan (contoh nilai yang ditumbuhkan disipilin, santun, dan peduli).
8.   Dengan merujuk pada silabus, RPP,dan bahan ajar, menyampaikan butir-butir karakter (budi pekerti) yang hendak dikembangkan selain yang terkait dengan SK/KI/KD.
      Selanjutnya PPK  dapat dilaksanakan dalam proses pembelajaran dengan tahapan:
1.      Merencanakan Pembelajaran untuk Penguatan Budi Pekerti
       Sertiap pembelajaran menghendaki perencanaan yang baik yang diyuangkan dalam bentuk silabus dan RPP (termasuk baha ajar dan media pembelajaran). Pada kurikulum 2013 silabus disiapkan oleh pemerintah dan RPP disusun oleh guru.
a.       Silabus
           Silabus merupakan perencanaan pembelajaran yang memuat KI-1, KI-2, KI-3, KI-4, dan KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Apabila ditemukan bahwa silabus belum memuat perencanaan penumbuhan budi pekerti secara memadai, guru dapat menyempurnakan dengan berbagai macam cara, antara lain:
1)   menambah, merevisi,dan/atau mengubah materi pembelajaran;
2)   menambah, merevisi, dan/atau mengubah kegiatan pembelajaran.
b.      RPP
            RPP pada Kurikulum 2013 disusun berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016. Menurut peraturan tersebut, RPP terdiri atas komponen (1) identitas sekolah/madrasah, mata pelajaran, dan kelas/semester; (2) alokasi waktu; (3) KI, KD, indikator pencapaian kompetensi; (4) materi pelajaran; (5) kegiatan pembelajaran: (6) penilaian; dan (7) media/alat, bahan, dan sumber belajar.
Untuk menumbuhkan budi pekerti, RPP perlu memuat antara lain:
1)     KD sikap, baik spiritual maupun sosial (untuk mata pelajaran PAI dan Budi Perti  dan PPKn);
2)    Indikator pencapaian kompetensi sikap spiritual dan social (untuk mata pelajaran PAI dan Budi Pekerti dan PPKn);
3)    Kegiatan pembelajaran yang efektif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik sekaligus menumbuhkan karakter;
4)   Teknik penilaian untuk memantau pertumbuhan karakter peserta didik.
2. Bahan Ajar
       Bahan ajar merupakan komponen pembelajaran yang paling berpengaruh terhadap apa yang sesungguhnya terjadi pada proses pembelajaran. Banyak guru yang mengajar dengan mengikuti urutan penyajian dan kegiatan-kegiatan pembelajaran (task) yang telah dirancang oleh penulis buku ajar apa adanya, tanpa melalakukan adaptasi. Oleh karena itu pemerintah telah menyiapkan bahan ajar untuk pelaksanaan Kurikulum 2013. Guru wajib menggunakan buku-buku tersebut dalam proses pembelajaran.
         Implementasi konsep penguatan PPK dalam proses pembelajaran juga penguatan PPK dapat dilakukan pada level sekolah, dengan cara:
1.   Pendidikan Karakter Berbasis Kelas
        Pendidikan karakter berbasis kelas dapat dilakukan dengan cara menciptakan kondisi yang baik agar proses pembelajaran berjalan secara efektif dan efesien, sehingga penguatan PPK terintegrasi dalam:
a)      Pedagogis
b)      Kurikulum
c)      Metode pembelajaran
d)     Menajemen kelas
e)      Pengembangan muatan lokal
         PPK berbasis kelas lebih pada aksi guru di kelas dalam membentuk karakter, bukan pada penulisan dalam kolom Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Oleh karena itu harus mengintegrasikan PPK dalam RPP sehingga tidak ada parsialitas (pemisahan) dalam penyebutan RPP, seperti RPP PPK, RPP literasi, RPP Hots, dll yang ada adalah RPP Kurikulum 2013. Dengan demikian Kurikulum2013 adalah bagian dari desian besar gerakan PPK. PPK memperkuat kurikulum 2013. Namun Kurikulum 2013 tidak sama dengan PPK, karena PPK lebih luas cakupannya.
2.      Pendidikan Karakter Berbasis Budaya sekolah
           Budaya sekolah yang baik adalah adalah budaya yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan spirit dan nilai-nilai yang dianut sekolah. Sehingga budaya tersebut mewarnai kualitas kehidupan di sekolah, termasuk kualitas lingkungan, kualitas interkasi, dan suasana akademik. Pendidikan karakter berbasis budaya sekolah dapat dilakukan cara:
a)      Keteladanan
b)      Pembiasaan
c)      Pendampingan
d)     Tradisi sekolah
e)      Ekstrakurikuler
f)       Evaluasi norma dan peraturan sekolah
3.      Pendidikan Karakter Berbasis Masyarakat
     Pendidikan karakter berbasis masyarakat dapat dilakukan dengan cara melibatkan dan memberdayakan potensi lingkungan (pegiat seni budaya, tokoh masyarakat). Menyinergikan program PPK dengan berbagai program yang ada di lingkup masyarakat (akademis, pegiat pendidikan, LSM). Menyinkronkan program dan  kegiatan melalui kerja sama (Pemda, masyarakat, dan orang tua).
   Gerakan PPK perlu mengitegrasikan, memperdalam, memperluas, dan sekaligus menyelaraskan bebagai program dan kegiatan pendidikan karakter yang sudah dilaksanakan sampai sekarang. Pengintegrasian tersebut antara lain:
a)      Pemaduan kegiatan kelas, luar kelas di sekolah, dan luar sekolah (masyarakat/komunitas);
b)      Pemaduan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuer;
c)      Pelibatan secara serempak warga sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Perdalaman dan Perluasan dapat berupa:
a)   Penambahan dan pengitegrasian kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada pengembangan karakter peserta didik.
b)  Penambahan dan penajaman kegiatan belajar peserta didik, dan pengaturan ulang waktu belajar peserta didik atau luar sekolah.
              Penyelerasan dapat berupa penyesuaian tugas pokkok guru. Manajemen Berbasis Sekolah, dan fungsi Komite Sekolah dengan kebutuhan gerakan PPK.
 C. Menggalakkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS)
            Gerakan Literasi Sekolah  adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara. Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik. Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Literasi dapat dijabarkan menjadi Literasi Dasar (Basic Literacy), Literasi Perpustakaan (Library Literacy), Literasi Media (Media Literacy), Literasi Teknologi (Technology Literacy), Literasi Visual (Visual Literacy). Literasi tidak terpisahkan dari dunia pendidikan. Literasi menjadi sarana siswa dalam mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu yang didapatkannya di bangku sekolah. Literasi juga terkait dengan kehidupan siswa, baik di rumah maupun di lingkungan sekitarnya untuk menumbuhkan budi pekerti mulia. Literasi pada awalnya dimaknai 'keberaksaraan' dan selanjutnya dimaknai 'melek' atau 'keterpahaman'. Pada langkah awal, “melek baca dan tulis" ditekankan karena kedua keterampilan berbahasa ini merupakan dasar bagi pengembangan melek dalam berbagai hal.
Selain itu, ada juga tiga literasi lainnya yang perlu dikuasai oleh peserta didik, yakni literasi kesehatan, keselamatan, dan kriminal (bagi siswa SD disebut ―sekolah aman).[4]  Literasi gesture pun perlu dipelajari untuk mendukung keterpahaman makna teks dan konteks dalam masyarakat multikultural dan konteks khusus para difabel. Semua ini merambah pada pemahaman multiliterasi. Dalam lingkup karakter, penguatan pendidikan karakter (PPK) di Indonesia mengacu pada lima nilai utama, yakni (1) religius, (2) nasionalis, (3) mandiri,(4) gotong royong, (5) integritas[5]. 
            Hal ini sesuai dengan apa yang tersaji dalam peta jalan gerakan literasi nasional (GLN). Makna dan cakupan literasi meliputi: (a) literasi sebagai rangkaian kecakapan membaca, menulis, berbicara, kecakapan berhitung, dan kecakapan dalam mengakses dan menggunakan informasi; (b) literasi sebagai praktik sosial yang penerapannya dipengaruhi oleh konteks; (c) literasi sebagai proses pembelajaran dengan kegiatan membaca dan menulis sebagai medium untuk merenungkan, menyelidik, menanyakan , dan mengkritisi ilmu dan gagasan yang dipelajari, (d) literasi sebagai teks yang bervariasi menurut subjek, genre, dan tingkat kompleksitas bahasa.
Namun saat ini kegiatan di sekolah ditengarai belum optimal mengembangkan kemampuan literasi warga sekolah khususnya guru dan siswa. Hal ini disebabkan antara lain oleh minimnya pemahaman warga sekolah terhadap pentingnya kemampuan literasi dalam kehidupan mereka serta minimnya penggunaan buku-buku di sekolah selain buku-teks pelajaran. Kegiatan membaca di sekolah masih terbatas pada pembacaan buku teks pelajaran dan belum melibatkan jenis bacaan lain.
Oleh karena itu komunitas sekolah akan terus berproses untuk menjadi individu ataupun sekolah yang literat. Untuk itu, implementasi GLS pun merupakan sebuah proses agar siswa menjadi literat, warga sekolah menjadi literat, yang akhirnya literat menjadi kultur atau budaya yang dimiliki individu atau sekolah tersebut.
1. Bentuk-Bentuk Kegiatan Literasi di Sekolah
a. Tahap Pembiasaan antara lain:
1) Membaca lima belas menit setiap hari pada jam k-0 atau waktu lain berdasarkan kesepakatan sekolah.
     Kegiatan ini merupakan upaya membiasakan membaca pada peserta didik. Kegiatan ini dilakukan dengan cara:
(a)    Guru membantu peserta didik untuk membaca selama lima belas menit.
(b)   Guru dan peserta didik membaca selama lima belas menit.
(c)    Guru memotivasi peserta didik untuk gemar membaca.
2)  Mengelola Sudut Baca
Sudut baca ini merupakan upaya mendekatkan peserta didik pada buku. Berikut ini salah satu alternative yang dapat dilakukan untuk mengelola sudut baca. Kegiatan ini dilakukan dengan cara:
(a)     Wali kelas memandu peserta didik untuk membuat sudut baca.
(b)      Setiap peserta didik menyumbang satu buku untuk sudut baca.
(c)       Ada peserta didik yang bertugas mengelola adaministrasi peminjaman buku.
(d)      Peserta didik wajib meminjam buku untuk dibaca.
3)   Satu Peserta Didik Satu Buku Sastra (1 tahun sekali)
Program ini bertujuan untuk menambah jumlah koleksi buku sastra di  perpustakaan sekolah. Kegiatan ini dilakukan dengan cara:
(a)       Perserta didik diminta membawa satu buku sastra.
(b)Peserta didik membaca buku yang dimiliki.
(c)        Peserta didik dapat meminjam buku sastra yang lain di sekolah.
(d)      Sekolah memiliki koleksi buku sastra lebih banyak.
4)  Wajib Kunjung Perpustakaan Sekolah
Kegiatan ini bertujuan memanfaatkan perpustakaan untuk menumbuhkan kegemaran membaca. Kegitan ini dilakukan dengan cara:
(a)       Pengelola perpustakaan memberikan jadwal kunjung ke perpustakaan setiap guru mata pelajaran.
(b)   Sesuai dengan jadwal, sertiap guru mata pelajaran membawa peserta didik satu kelas untuk berkunjung ke perpustakaan.
5)      Membacakan Cerita
Program ini bertujuan memotivasi peserta didik membaca lebih banyak lagi. Kegiatan ini dilakukan dengan cara:
(a)     Guru memilih buku/cerita yang bermanfaat dan menarik untuk dibacakan di depan peserta didik.
(b)     Guru membacakan cerita dengan ekspresi dan penghayatan yang tepat.
(c)    Tanya jawab dengan peserta didik secara bergiliran diminta membaca cerita menarik lain di hadapan teman sekelas.
(d)      Diadakan lomba membaca cerita bagi peserta didi setiap tahun.
b. Tahap Pengembangan antara lain:
     1) Mengelola Sudut Pendang
Mengelola sudut baca dapat dilakukan lagi di tahap pengembangan dengan menambahkan beberapa langkah. Berikut ini salah satu alternative yang dapat dilakukan untuk mengelola sudut baca dalam tahap pengembangan.
(a)    Wali kelas memandu peserta didik untuk membuat sudut baca.
(b)   Setiap peserta didik menyumbang satu buku untuk sudut baca.
(c)    Ada peserta yang mengelola administrasi peminjaman buku.
(d)   Peserat didik wajib meminjam buku untuk dibaca.
(e)    Peserta didik membuat resume hasil bacaan.
(f)    Peserta didik mengumpulkan hasil resume di loker khusus.
(g)   Wali kelas memeriksa resume di loker sebulan sekali.
(h)   Peserta didik membuat perayaa  hasil membaca, misalnya menceritakan hasil bacaan di kelas.
2) Satu Jam Wajib Baca (seminggu sekali)
Kegiatan ini membiasakan peserta didik gemar:
(a)    Membaca buku yang disukai.
(b)   Membuat resume.
(c)    Menceritakn isi buku.
3)      Penghargaan Membaca
Penghargaan ini bertujuan meningkatkan motivasi membaca peserta didik. Kegiatan penghargaan membaca yang dapat dilakukan antara lain:
(a)    Memilih pembaca buku terbanyak dalam tuga bulan.
(b)   Memberikan penghargaan dan hadiah buku pada waktu upaca sekolah.
c. Tahap Pembelajaran, antara lain:
1)      Membaca Buku Cerita (satu jam, seminggu)
Kegiatan ini membiasakan peserta didik untuk membaca sastra. Kegiatan membaca buku cerita dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
(a)   Membaca buku cerita,
(b)   Membuat ringkasan isi cerita,
(c)    Membuat bahan presentasi,
(d)   Menceritakan kembali pada teman atau kelompok.
2)      Mading Kelas (terbit seminggu sekali)
Kegiatan ini membiasakan peserta didik untuk menulis, mempublikasi, dan membaca karya sastra berkala. Berikut ini beberapa kegiatan dalam majalah dinding (madding):
(1)   Membuat madding kelas,
(2)   Menulis berita,
(3)   Mempublikasikan berita di madding.
3). Klub Literasi
Peserta didik yang tergabung dalam klub melakukan berbagai aktivitas literasi, di antaranya sebagai berikut:
(a)    Bedah buku,
(b)   Pelatihan menulis,
(c)    Pameran buku,
(d)   Kontes membaca,
(e)    Seminar literasi,
(f)    Lokalatih literasi
(g)   Dan lain-lain.[6]
2.      Bentuk Kegiatan Literasi di Rumah
         Proses pelaksanaan membaca di rumah atau literasi keluarga dapat dilakukan dengan beberapa tahapan, antara lain:
a.    Tahapan Pembiasaan
Hal ini dapat dilakukan dengan jalan:
1)    Menjadikan orang tua sebagai teladan.  Kebiasaan orang tua membaca di rumah, baik membaca Koran, majalah, buku, bahkan panduan manual alat elektronik di hadapan anak, mampu memberikan pengaruh positif terhadap anak.
2)    Mengondisikan lingkungan fisik yang ramah literasi. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan sudut baca atau rak buku yang mudah diakses oleh anak, memajang beberapa dekorasi yang bersifat memotivasi anak untuk membaca, dan/atau dapat juga dengan memajang hasil karya yang dikrjakan di sekolah atau di rumah.
3)    Mengupayakan membaca minimal 15 menit setiap hari. Hal ini dapat dilakukan dengan bacaan apapun yang bersifat “santai”. Bacaan tersebut dapat berasal dari media cetak berupa majalah, komik bergambar, selebaran iklan, Koran, brisur, dan lain-lain.[7]
D. Integrasi Hots dan 4C dalam RPP
           HOTS  (Higher Order Thinking Skills) adalah kemampuan berpikir kritis logis, reflektif, metakognitf, dan kreatif yang merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kurikulum 2013 juga menuntut materi pembelajaran sampai metakognitif yang mensyaratkan peserta didik mampu untuk memprediksi, mendesain, dan memperkirakan. Sejalan dengan itu ranah dari HOTS yaitu analisis yang merupakan kemampuan berpikir dalam menspesifikasi aspek-aspek/elemen dari sebuah konteks tertentu; evaluasi merupakan kemampuan berpikir dalam mengambil keputusan berdasarkan fakta/informasi; dan mengkreasi merupakan kemampuan berpikir dalam membangun gagasan/ide-ide.[8]
           Keterampilan abad 21 atau diistilahkan dengan 4C (Communication, Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving, and Creativity and Innovation). Inilah yang sesungguhnya ingin kita tuju dengan K.13, bukan sekedar transfer materi. Tetapi pembentukan 4C. Beberapa pakar menjelaskan pentingnya penguasaan 4C sebagai sarana meraih kesuksesan, khususnya di abad 21, Abad di mana dunia berkembang dengan sangat cepat dan dinamis. Penguasaan keterampilan abad 21 sangat penting, 4C adalah jenis softskill yang pada implementasi keseharian, jauh lebih bermanfaat ketimbang sekedar penguasaan hardskill.[9]
           HOTS memberi penekanan lebih    pada proses:
1.      mentransfer fakta dari satu konteks ke konteks lain,
2.      memilih, memproses, dan menerapkan informasi,
3.      Melihat keterkaitan antara beberapa infomasi yang berbeda,
4.      Menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah, dan
5.      Menguji informasi dan gagasan secara kritis.
           HOTS bermaksud mengingat kembali informasi (recall atau ingatan) diminimalkan dan penekanan diberikan terhadap:
1.      mentransfer informasi dari satu konteks ke konteks lainnya
2.      memproses dan menerapkan informasi
3.      melihat keterkaitan antara informasi yang berbeda-beda 
4.      menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah 
5.      Secara kritis mengkaji/menelaah ide atau gagasan dan informasi.
           Dengan demikian RRP yang dibuat guru harus memunculkan dan menginsert empat macam poin, yaitu PPK, Literasi, 4C dan Hots, maka guru perlu kreatif untuk meracik menjadi RPP yang utuh, dengan langka-langkah sebagai berikut:
1.   Mengintegrasikan PPK di dalam pembelajaran. PPK diperkuat lima karakter, yaitu: religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas.
2.   Mengintegrasikan literasi dan menginsert literasi dalam RPP sebelum, sedang, dan sesudah pembelajaran.
3.    Mengintegrasikan Hots atau kemampuan berpikir tingkat tinggi level 3/C4 sampai dengan C6. 
Oleh kerena itu, maka tidak mungkin lagi menggunakan model/metode/strategi/pendekatan yang berpusat pada guru, namun kita perlu mengaktifkan peserta didik dalam pembelajaran (active learning). Khusus untuk PPK merupakan program yang rencananya akan disesuaikan dengan 5 hari belajar tau 8 jam sehari sedangkan untuk 2 hari merupakan pendidikan keluarga.
E. Terjadi Beberapan Perubahan Istilah
      Pada Kurikulum 2013 revisi terbaru 2017 terdapat beberapa perubahan istilah dalam penilaian yang mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 53 Tahun 2015 tentang penilaian dinyatakan tidak berlaku setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2016 tentang Penilian Kurkulum 2013, terdapat beberapa perubahan istilah dalam Kurikulum 2013 hasil revisi antara lain:
1          Istilah Kreteria Ketuntasan Minimal (KKM) berubah menjadi Ketuntasan Belajar Minimal                  (KBM).
2           Istilah Ulangan Harian (UH) berubah menjadi Penilaian Harian (PH).
3           Isyilah Ulangan Tengah Semester (UTS) berubah menjadi Penilaian Tengah Semester (PTS).
4           Istilah Ulangan Akhis Semester (UAS) berubah menjadi Penilaian Akhir Semester (PAS).
             Istilah Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) berubah menjadi Penilaian Akhir Tahun (PAT).
     PAT materi soalnya meliputi semester ganjil 25% an semester genap 75% > kenaikan kelas lihat KBM (60)
1           Semester ganjil = 55
2.      Semester genap = 65. Jadi 120 : 2 = tuntas
           Peserta didik dinyatakan tidak naik kelas apabila:
1.      Terdapat 3 nilai mapel yan KBM nya tidak tuntas.
2.      Nilai pengethauan KI-3 harus tuntas.
3.      Nilai keterampilan KI-4 harus tuntas.
4.      KI-1 dan KI-2 semua mapel sama.
     KI-1 dan Ki-2 observasi guru dalam jurnal yang ditulis yang KURANG dan yang AMAT BAIK.
1.      Sikap dikatakan tuntas, jika predikat minimal B (baik)
2.      Pengetahuan dan keterampilan dikatakan tuntas jika predikat minimal C.
3.      KI-3 : Sebuah mapel dikatakan tuntas jika pengetahuan dan keterampilan (jika ada keterampilan), dan sikap tuntas.
4.      Predikat C pada mapel pengetahuan dan keterampilan dinyatakan tuntas.
5.      Predikat untuk pengetahuan dan keterampilan, didasarkan pada KKM masing-masing. Contoh:
Jika KBM : 75 maka < 75 = D (tidak tuntas)
                     75 - 82  = C (tuntas dengan cukup)
                     83 - 90  = B (tuntas dengan baik)
                     91 - 100 = A (tuntas dengan sangat baik).
6.      Jangan menaik-naikkan nilai untuk mengejar B, atau menurunkan KBM dari yang sudah ditetapkan msing-masing sekolah[10].
     Selanjutnya ada beberapa perubahan-perubahan terkait dengan pelaksanaan pembelajaran, antara lain:
1.      Nama kurikulum tidak berubah menjadi kurikulum nasional tetap kurikulum 2013 edisi revisi yang berlaku nasional.
2.      Penilian sikap KI-1 dan KI-2 sudah ditiadakan disetiap mata pelajaran hanya Agama dan PPKn, namun KI tetap dicantumkan dalam penulisan RPP.
3.      Jika ada 2 nilai praktik dalam 1 KD, maka yang diambil adalah nilai yang tertinggi. Penghitungan nilai keterampilan dalam 1 KD ditotal (praktik, produk, portopolio) dan diambil nilai- rata-rata. Untuk pengetahuan, bobot penilaian harian, dan penilian semester itu sama.
4.      Pendekatan scientific 5M bukanlah satu-satunya metode saat mengajar dan apabila digunakan maka susunannya tidak harus berurutan.
5.      Silabus Kurikulum 2013 edisi revisi lebih ramping hanya 3 kolom. Yaitu KD, materi pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran.
6.      Silabus lebih ramping hanya tiga kolom, yaitu KD, materi pelajaran, dan kegiatan pembelajaran.
7.      Dalam RPP, tidak perlu disebutkan nama metode pembelajaran yang digunakan dan materi dibuat dalam bentuk lampiran berikut dengan rubrik penilaian (jika ada).
8.      Perubahan terminologi ulangan harian (UH) menjadi penilaian harian (PH) ulangan akhir semester (UAS) menjadi penilaian akhir semester (PAS) dan tidak ada lagi ulangan tengah semester (PTS) langsung ke PTS.
9.      Skala penilian menjadi 1-100. Penilaian sikap diberikan dalam bentuk prediksi dan deskripsi.
10.  Remedial diberikan untuk yang kurang namun peserta didik diberikan pembelajaran ulang. Nilai remidial adalah nilai yang dicantumkan dalam hasil.
F. Kelengkapan Administrasi Guru
Kelengkapan administrasi yang harus dimiliki guru antara lain:
1.      Buku Kerja 1 :
a)   SKL, KI, dan KD,
b)   Silabus,
c)   RPP,
d)  KKM, dan
2.      Buku Kerja 2 :
a)   Kode etik guru,
b)   Ikrar guru,
c)   Tata tertib guru,
d)  Pembiasaan guru,
e)   Kalender pendidikan,
f)    Aloksi waktu,
g)   Program tahunan,
h)   Program semester, dan
i)     Jurnal agenda guru.
3.      Buku Kerja 3 :
a)   Daftar hadir,
b)   Daftar nilai,
c)   Penilaian akhlak/kepribadian,
d)  Analisis hasil ulangan,
e)   Program pembelajaran, perbaikan, dan pengayaan,
f)    Daftar buku pegangan guru/peserta didik,
g)   Jadwal mengajar,
h)   Daya serap peserta didik,
i)     Kumpulan kisis-kisi soal,
j)     Analisis butir soal, dan
k)   Perbaikan soal.
4.      Buku Kerja 4 :
a)   Daftar evaluasi diri dan kerja guru, dan
b)   Program tindak lanjut kerja guru.
Buku kerja guru bisa dipakai oleh guru SD, SMP maupun SMA/SMK yang memakai Kurikulum 2013.[11]


DAFTAR BACAAN

[1]Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Pendis Kemenag RI, 2003).
[2]Faisal Isnan, Tentang Kurikulum 2013:Sebuah Paradigma Baru, diakses dari https://www.kompasinan.com>tentang-kurikulum 2013: sebuah paradigma baru, pada tanggal 30 April 2018 pukul 21.10 WIB.
[3]Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, diakses dari setkab.go.id/2017/09/perpres nomor 87 tahun 2017, pada tanggal 30 April 2018 pukul 21.45 WIB.
[4]Wiedarti Pengestu dan Kisyani Laksono, Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah, (Jakarta: Dikdasmen, Kemendikbud 2016).
[5]Depdikbud, Modul Pelatihan Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Guru, (Jakarta: Depdikbud, 2016).
[6]Kementeri Pendidikan dan Kebudayaan, ibid, h. 19-27.
[7]Kementeri Pendidikan dan Kebudayaan , Manual Pendukung Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah untuk Jenjang Sekolah Menengah Pertama, (Jakarta; Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, 2016), h. 10.
[8]Indara Bayang, Mengintegrasikan PPK, Literasi, 4c, HOTS dalam Membuat RPP, diakses dari  https://indrabayang.blogspot.co.id, mengintegrasikan ppk, literasi, 4c, hots dalam membuat rpp, pada tanggal 3 Mei 2018 Pukul 8.45 WIB.
[9]RPP Kurikulum 2013 Revisi Tahun 2017 Tntegrasi PPK, GLS dan Soal HOTS, diakses dari  https://www.datasekolah.co.id>2017/05, pada tanggal 2 Mei Pukul 21.15 WIB.
[10]Istilah dalam kurikulum 2013 terbaru revisi 2017, diakses dari https://www.guru.idcom/2017/06, pada tanggal 1 Mei 2018 pukul 11.00 Wib.
[11]Rahmawati Tamrin, Buku Kerja Guru K13 Revisi, diakses dari http://www.bagiguru.com/201606/buku kerja guru k13 revisi.html, pada tanggal 1 Mei 2018 pukul 11.30 WIB.